3 Rasa Yang Sering Menipu Pernikahan (Cinta Salah Satunya). | Langgeng

Tim RBeBe - 03 March 2023

Sebelum membaca penjelasan dibawah, anda perlu membaca  Tentang Rasa dan Cinta menurut Wikipedia, dimana disebutkan bahwa cinta bisa diartikan secara emosi, filosofi dan tindakan.

3 Rasa Yang Sering Menipu Dalam Pernikahan:

1. Merasa Cinta, Namun Ternyata Masih Sebatas Suka

Coba renungkan saat: 

  • Ibu mencintai anaknya 

  • Tuhan mencintai umatnya. 

Bila kita merujuk dua pernyataan diatas, maka cinta diartikan bukan sekedar emosi dan filosofi, namun sebagai aksi, tindakan, memberi kebaikan, berharap yang terbaik, berkorban untuk orang yang dicintai. Cinta dimaknai sebagai sesuatu yang sangat mulia. 

Banyak orang menikah namun masih berdasarkan rasa suka (banget), yang melihat apa yang menyenangkan dari pasangannya: rupa, sikap, perilaku, kepunyaan dan seterusnya. Saat semua faktor yang disukai itu mulai sirna, maka, rasa suka pun akan sirna. Bahkan walaupun semua faktor yang disukai masih ada, bisa saja rasa suka hilang karena bosan, kecewa, tergoda, terhasut atau lainnya.

Sikap cinta (yang benar dan mulia) bisa dimotivasi dan dilandasi secara spiritual, agama, panggilan, tanggungjawab dan komitmen dari pilihan sadarnya.

Jadi bagaimana penjelasan perasaan jatuh cinta itu?

Kita bisa melihat saat seseorang "suka sekali" akan sesuatu, walaupun itu bentuknya makanan, minuman, barang atau suatu hewan peliharaan. Perasaan itu bisa membuat terbayang-bayang, perasaan rindu, tidak sabar untuk selalu membeli/bertemu, ingin selalu ada/berdekatan, meluap-luap dan seterusnya. Bayangkan bila "suka sekali" itu ditujukan kepada seorang manusia, mahkluk yang setara, mempunyai akal pikiran yang bisa membalas dengan sikap yang (sangat) menyenangkan, ditambah lagi terdapat libido (hasrat seksual), maka bisa dibayangkan dasyatnya perasaan "suka sekali" itu.

2. Merasa Bahagia Namun Masih Sebatas Senang

Ini mirip antara suka dan cinta, demikian bila antara senang dan bahagia. Senang itu kepuasan, kenikmatan, kebanggaan, diri yang dihargai, ego diri yang ditinggikan, sesuai yang diinginkan dan disukai (lebih lanjut baca klik Kesenangan). 

Bahagia dalam "Best Feeling Achievement" didasari dengan kesadaran. pemaknaan akan sesuatu yang dianggap baik dan berharga, arti yang tulus dan mendalam, sehingga mendatangkan rasa damai dan ketenangan di hati (lebih lanjut baca klik Bahagia). Bahagia bisa "saat ini" dan "apa adanya", bukan "akan bahagia bila.. ". Semestinya pasangan bisa memenuhi kehidupan pernikahannya dengan kebahagiaan sejati, bukan kesenangan belaka.

3. Masih Sebatas Bangga & Tidak Kunjung Menjadi Syukur

Rasa bangga itu manusiawi sekali. Bangga terhadap kelebihan pasangan, rupa, sikap, ibadahnya, akan hubungan yang harmonis, akan pencapaian yang dilakukan, anak yang baik, rejeki yang melimpah dan seterusnya. Namun perlu dipahami, bangga itu mengandung kesombongan, ego diri, membandingkan dan berpotensi mendapatkan kekecewaan saat yang dibanggakan berubah, menjadi lebih buruk, kalah saat dibandingkan dengan yang lain, kondisinya menjadi tidak seperti yang awalnya dibanggakan, bahkan dianggap merugikan (menyusahkan, menyakiti dan seterusnya).

Pilihannya adalah mengganti bangga dengan syukur. Pahami rasa syukur lebih dalam (baca Syukur Level Dewa) Letakkan syukur diatas kelebihan yang dibanggakan: rupa, sikap, ibadah, bangga akan hubungan yang dianggap harmonis, bangga akan pencapaian yang dilakukan bersama dan seterusnya, agar rasa syukur menetap, bahkan saat semua yang awalnya dibanggakan berubah menjadi buruk atau dianggap merugikan (menyusahkan, menyakiti dan seterusnya). 

Syukuri selalu niat dan usaha baik dalam pernikahan, walaupun banyak ujian, tantangan dan godaan. Rasa syukur yang selaras dengan keimanan dan spiritualitas akan memberi kekuatan dan kelapangan di hati. 

Semoga pembahasan diartikel ini bermanfaat untuk membangun keharmonisan pernikahan. Tetap semangat.

(Artikel ini kerjasama tim Rbebe dengan program Langgeng)

Masukan dan saran mohon sampaikan kepada kami. Terimakasih.